Cerita Sahabat : Pengorbanan Rani




Hari ini adalah hari ulang tahun sahabatku, “Dian”. Dia, terlihat bahagia karena orang tuanya memberinya hadiah yang indah. Sedangkan, teman-teman juga memberinya banyak hadiah. Tapi, diulang tahunnya kali ini aku tidak bisa memberinya apa-apa. Karena, keluargaku sekarang sedang kesulitan ekonomi. Aku berharap agar Dian mengerti keadaanku sekarang.
Dan, ternyata Dian mengerti keadaan ku sekarang. Dian memang sahabat yang paling baik yang pernah aku miliki.
Beberapa hari kemudian, Dian pun jatuh sakit. Aku ingin menjenguknya di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, ibu Dian berkata, “Dian sakit parah dan kemungkinan sudah tidak ada harapan untuk hidup lebih lama”. Dia terserang penyakit yang sangat parah dan tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Satu persatu organ tubuhnya rusak dan butuh donor yang cocok untuknya.

Aku pun sedih melihat sahabatku harus menanggung sakitnya sendiri. Aku mencoba untuk pergi ke laboratorium untuk tes apakah organ tubuhku cocok untuk sahabatku. Aku ingin melihat sahabatku hidup sehat dan bahagia seperti dulu lagi. Aku mencoba membantunya sebisa yang aku bisa.
Tenyata, hasil tesnya cocok dan aku meminta izin kepada ibu untuk mendonorkan organ tubuhku pada Dian. Tapi, ibu tidak menyetujui keputusanku, karena ibu tidak ingin apabila nanti akibatnya terjadi padaku. Karena ibu sangat sayang padaku dan tidak ingin terjadi apa-apa denganku. Tapi, aku sangat ingin mendonorkan organ tubuhku pada Dian. Aku berusaha meyakinkan ibu agar ibu menyetujui keputusanku.
Dan akhirnya, ibu mengerti betapa Dian sangat membutuhkan donor itu. Tapi, ibu juga kelihatan kurang ikhlas. ”Tapi, ini demi Dian bu...” ucapku. ”iya nak ibu mengerti perasaanmu. Tapi apakah tidak bisa menggunakan cara yang lain nak...??” jawab ibu. ”Ayolah bu...!!” ucapku. ”Ya sudah, terserah padamu ibu sudah mengingatkanmu pokoknya..” jawab ibu.
Setelah mendapat persetujuan ibu, keesokan harinya pun aku langsung diperbolehkan untuk pergi operasi. Alhamdulillah, operasi berjalan lancar dan selamat. Organ tubuhku sekarang berada di dalam tubuh Dian. Kami, berdua merasa senang karena operasinya lancar.
Satu hari, dua hari, rasanya badan masih terasa sehat. Tapi lama kelamaan badan semakin hari semakin lemas dan sering juga sakit. ”Apakah ini akibat dari operasi kemarin..??” tanyaku dalam hati.
Akhirnya aku harus menanggung hidup ku di atas kursi roda,
karena aku sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan.
Hari demi hari telah berganti, aku sudah mulai beranjak remaja. Sekarang aku sudah bersama dengan orang yang menyayangiku, yaitu “Bayu”. Roni sangat sayang padaku dan aku pun juga sangat sayang padanya. Tapi, disisi lain Dian juga mencintai Bayu. Aku pun bingung di antara dua pilihan. Disisi lain aku sayang dan mencintai Bayu tapi, disisi lain juga aku sangat sayang dan merasa kasihan pada Dian.
Akhirnya, aku putuskan untuk merelakan Bayu bersama Dian. Tapi, Bayi membantah keputusanku. ”Bay... kamu sayang sama aku kan..?? kalau kamu sayang sama aku kamu harus mau sama Dian ya..??” ucapku pada Bayu. ”Tapi, aku sangat mencintaimu, aku tak bisa bohongi perasaanku. Aku sangat sayang sama kamu, aku sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu..” jawab Bayu. ”Bayu, aku ini punya penyakit yang parah.. aku juga tidak bisa membebankan kamu untuk mendorong aku terus.. lebih baik kamu sama Dian ya. Dia cantik, pintar, dia baik hati juga.” sambungku. (Bayu memegang kedua tanganku) ”Walaupun kamu sakit, aku tetap sayang padamu. Aku cinta kamu apa adanya. Sungguh, aku tidak bohong..!!” jawab Bayu. “sudahlah Bayu... Kamu sama Dian aja..” Jawab ku.
Aku pun pergi meninggalkan Bayu dengan menangis. ”Bayu, maafkan aku. Sesungguhnya aku juga tidak ingin kamu bersama dengan Dian. Tapi, ini demi Dian...” Ucap ku dalam hati.
“Rani..., Raniiiiii kamu mau kemana..” teriak Bayu. ”Baiklah jika ini maumu. Aku akan turuti maumu. Tapi dengarkan aku Rani, aku akan tetap sayang padamu..” sambung Bayu.
Keesokan harinya, Bayu pun menyatakan cintanya pada Dian dihadapanku. Aku pun senang walaupun hatiku sangat sakit dan sakit. Aku pun mengatakan selamat kepada mereka berdua. Wajahku terlihat bahagia padahal hatiku menangis. Hatiku menangis tak masalah buatku, yang penting sahabatku bahagia.
Hari demi hari berganti, aku pun terus belajar mulai dari pelajaran yang aku terima di sekolah karena sebentar lagi ujian kelulusan. Aku berjanji akan melupakan kejadian yang telah berlalu. Setiap Dian meminta bantuan selalu aku bantu karena, aku tidak ingin dia merasa sedih. Aku ingin Dian selalu bahagia walaupun nyawa taruhannya. Tapi, mengapa Dian tidak pernah membantuku sejak dia bersama Bayu. Seakan-akan dia sudah lupa sama sahabatnya sendiri. Saat aku terjatuh Dian seakan-akan tidak mengerti bahwa aku terjatuh. Tapi itu sudah aku anggap sebagai cobaan dalam persahabatan.
Setahun telah berlalu. Aku sudah lulus dari SMK. Tapi, sayangya aku tidak bisa melanjutkan sekolahku ke tingkat yang lebih tinggi. Karena sakitku kini makin parah. Semenjak aku mendonorkan organ tubuhku, aku menjadi sakit sakitan. Kini yang aku bisa hanya mengurung diri di dalam rumah dan tidak pernah keluar rumah. Roni pun selalu memberiku semangat untuk sembuh. Tapi, rasanya sudah tidak mungkin lagi untuk aku sembuh.
Dua tahun berlalu. Rani pun meninggal dunia. Bayu pun menangis menyesali kenapa dia harus menuruti kemauan Rani dulu. “Seandainya aku sekarang bersama Rani, Aku akan coba membuat dia bahagia diakhir hidupnya. Tapi, kini sudah terlambat bagiku untuk melakukan itu” ujar Bayu dalam hati.
Dian pun juga menyesal. ”seharusnya aku tidak menerima organ tubuhnya dulu” ucap Dian. ”Seharusnya aku yang ada di dalam sini, bukan kamu Ran... Maafkan aku ya Rani, seandainya aku tidak menerima donor tubuhmu, kamu tidak akan seperti ini. Aku sangat benci pada diriku sendiri.., maafkan aku ya Rani..” sambung Dian.
“Sudahlah Dian.. Kita tidak boleh menyesali kepergiannya. Ini sudah rencana-Nya yang di atas, syukuri saja apa yang terjadi” Jawab Bayu. Akhirnya, Rina menyadari ini sudah jalan hidup Rani. Dian hanya bisa mendo’akan Rani disana.
“Terima kasih Rani.. Atas pengorbananmu, aku dapat hidup bahagia. Sekali lagi, terima kasih” Ucap Dian..